Miris! Ada Pembiaran Penyelesaian PHK Buruh di PT. TJT Boliyohuto Tidak Sesuai Aturan

Kriminal496 Dilihat

Gorontalo, POROSNEWS.ID – Belum lama ini persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak kepada 14 orang pekerja yang dilakukan oleh PT. Tri Jaya Tangguh telah selesai di mediasi.

Namun tiba-tiba dalam dua minggu ini, terinformasi dari anggota serikat yang tergabung dari Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) bahwa Kepala HRD PT. TJT Eti Sinaga melakukan PHK sepihak lagi dan Pemutusan Kontrak kepada buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Hal ini membuat geram Ketua FNPBI Wilayah Gorontalo Wahyu Kiki Palindrung, atas tindakan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan.

Seharusnya pihak perusahaan sebelum melakukan PHK atau membuat keputusan lainnya, harus berkomunikasi terlebih dahulu kepada serikat buruh, bukan seenaknya melakukan pemutusan hubungan kerja.

“Jelas-jelas jika ada anggota serikat buruh yang akan di PHK/Berakhir masa kontrak perusahaan, harus menyurati serikat buruh supaya bisa terjadi mediasi antara serikat buruh dan pihak perusahaan,” jelas Ketua Wilayah FNPBI Wahyu Kiki Palindrung, saat mengirimkan rilisnya kemeja redaksi, Jumat (6/1/2023).

Namun sangat disayangkan, tindakan sepihak perusahaan tidak mencerminkan kepatuhan perusahan terhadap undang-undang yang berlaku, justru Kepala HRD malah berbuat semaunya dengan dalil ada penilaian tersendiri terhadap karyawan yang di PHK.

Mirisnya lagi, PT. TJT kata Ketua FNPBI Wilayah Wahyu Kiki Palindrung melalui kroninya yaitu yang sering di sapa Ibu Fatra sebagai Staf HRD memaksakan karyawan untuk tanda tangan PHK/Putus Kontrak dengan menerima uang jasa berupa 5 atau 6 juta rupiah dan wajib tidak ada penolakan atau tawar menawar.

Padahal dalam Undang-Undang Ciptaker tidak ada yang namanya uang jasa, yang ada uang pesangon dan konvensasi jika itu karyawan PKWT, ada yang 5 tahun masa kerjanya hanya di kasih uang jasa 6 juta.

Dan perhitungan bagi yang putus kontrak itu telah di atur di UU Cipta Kerja yaitu masa kerja di kali UMP di bagi 12 bulan. Artinya jika bekerja 1 tahun maka yang di dapatkan adalah 1 kali upah sebulan. Ini malah seenaknya hanya memberikan uang jasa 6 juta rupiah bahkan penyampaian yang di PHK/Putus Kontrak mereka di paksa.

Bahkan uang jasanya akan di transfer langsung ke rekening karyawan sekalipun belum ada kata sepakat, apalagi jangan dilaporkan kepada serikat buruh.

Untuk itu kami dari FNPBI tidak akan membiarkan persoalan ini terjadi sebab setiap perusahaan yang berada di Republik Indonesia apa lagi di Gorontalo, wajib mematuhi peraturan yang berlaku.

Kami akan kawal dan melakukan pendampingan hukum dan untuk sementara sedang mengumpulkan data nama-nama yang di PHK/Putus Kontrak dan selanjutnya akan dilaporkan kepada lembaga yang memiliki kewenangan soal ini.

Apalagi Kepala HRD menentang kepada buruh/serikat buruh, sampai dimanapun dia siap hadapi maka kamipun demikian. Ingat bahwa PT. TJT berinvestasi di tanah pribumi paguyaman atau Boliyohuto cs, seharusnya perusahaan memprioritaskan masyarakat sekitar untuk bekerja dan mensejahterakan mereka.

Bukan malah justru target PHK/Putus Kontrak adalah masyarakat sekitar perusahaan, dan hal lebih membuat kami geram dari serikat buruh yaitu alasan PHK adalah karyawan yang tergabung di serikat buruh dan sering ikut demo, maka itu alasan tersebut untuk di PHK/Putus Kontrak.

Kami dari FNPBI mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo agar dapat menindaklanjuti persoalan ini dan menyelesaikannya, sebab persoalan buruh di PT. TJT hingga saat ini belum ada penyelesaiannya ditambah lagi PHK sepihak.

Mengapa demikian? karena pengalaman kami dari serikat buruh dan masyarakat dari 14 orang yang di PHK sebelumnya di bulan Oktober melalui rapat bersama di kantor bupati yang di pimpin oleh Wakil Bupati Hendra Hemeto dan sudah ada kesepakatan antara serikat buruh, perusahaan, pemda bersama OPD, dan di saksikan oleh Polres Gorontalo, bahwa pembayaran pesangon akan dilakukan oleh PT. TJT setelah di hitung oleh Disnaker berapa yang menjadi kewajiban perusahaan untuk dibayarkan kepada buruh yang di PHK dan Putus Kontrak.

Namun setelah ada hitungan dari Disnaker, perusahaan masih tawar menawar dan pemda pun ikut arus dengan pola mereka, sehingga terjadi pembayaran tidak sesuai hitungan Disnaker, hal ini yang harus menjadi perhatian dan keseriusan pemda dalam menangani perusahaan yang kebal hukum.

Bagi mereka kejadian ini dianggap bisa saja dan kapan saja melakukan PHK/Putus Kontrak tanpa prosedur bisa mereka lakukan dengan membayar tidak sesuai hak yang seharusnya menjadi milik kaum buruh.

Intinya ketegasan pemerintah daerah agar kaum buruh merasa ada keadilan, karena perusahaan PT. TJT Paguyaman sejak tahun 2018 hingga masuk tahun 2023 banyak persoalan yang terjadi, baik itu persoalan BPJS banyak yang tidak terdaftar, kontrak kerja yang tidak jelas, PHK/Putus Kontrak yg sesuka hatinya perusahaan dan pembayaran pesangon/konvensasi yang tidak sesuai.

Pemda punya hak dan kekuatan untuk memberikan sanksi terhadap perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban mereka, jika pemda dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati pro terhadap buruh dan rakyat Boliyohuto cs, maka tegakkan kebenaran.

Jika apa yang menjadi hak pekerja dan kewajiban perusahaan terhadap kaum buruh belum dipenuhi, maka kami akan melakukan aksi besar-besaran di perusahaan PT. TJT Paguyaman sebagai mana biasanya dilakukan oleh serikat/pekerja. Dan aksi ini juga akan kami lakukan di Kantor Bupati agar bisa langsung di dengar oleh Bupati dan Wakil Bupati apa yang terjadi di PT. TJT Paguyaman bahwa masalah ketenagakerjaan harus diselesaikan.

Penulis : S. Usman
Editor : M. R. Laiya