POROSNEWS.ID, Gorontalo – Janji Pemerintah Daerah Gorontalo untuk meninjau rencana pembangunan jembatan penghubung di Desa Polohungo, hingga kini tak kunjung memiliki kejelasan. Padahal audiensi resmi antara Sekretaris Daerah Kabupaten Gorontalo bersama Ikatan Pelajar Mahasiswa Boliyohuto Raya Gorontalo (IPMBRG) sudah dilakukan, namun realisasinya masih nihil.
Sementara itu, warga terus menjadi korban dari kelalaian kebijakan. Setiap musim hujan, aliran sungai yang memisahkan Polohungo dengan pusat kecamatan berubah menjadi ancaman mematikan. Arus yang meluap memaksa warga—termasuk anak sekolah dan para petani—menyeberang dengan risiko tinggi hanya untuk melanjutkan kegiatan harian. Kondisi ini berlangsung bertahun-tahun, namun hulu masalah tak pernah tersentuh.
Abdul Rajak Konoli, tokoh pemuda Tolangohula, menyuarakan kekecewaannya secara tegas. Ia menyoroti ironi keberadaan PT PG Gorontalo, perusahaan besar yang beroperasi di wilayah tersebut dan menjadi penyumbang pajak signifikan bagi daerah.
“Kami masyarakat asli Tolangohula justru seperti kecamatan jajahan. Pajaknya dinikmati daerah, tapi infrastruktur dasar kami dibiarkan rusak dan tidak jelas penyelesaiannya,” ungkapnya.
Keluhan mengenai jembatan Polohungo bukan persoalan yang muncul tiba-tiba. Sudah bertahun-tahun warga hidup dengan keterbatasan akses, namun sampai detik ini tak ada kepastian tindak lanjut dari pemerintah. Kekecewaan masyarakat semakin menguat, terlebih ketika banyak proyek lain di daerah telah rampung, sementara kebutuhan vital Polohungo justru tidak masuk prioritas.
Kini masyarakat hanya menunggu, sambil mempertanyakan komitmen pemerintah daerah,
Sampai kapan warga Polohungo harus mempertaruhkan nyawa hanya untuk sekadar menyeberang?
Dan lebih jauh lagi, apakah pemerintah benar-benar mendengar suara rakyatnya, atau hanya memilih diam ketika rakyat membutuhkan kehadiran negara di tengah-tengah mereka.






